Daily News | Jakarta – Masyarakat Indonesia kembali mengahadapi kasus korupsi baru. Belum selesai Pertamax Oplosan, subsidi minyak goreng murah yakni Minyakita diduga sengaja dikurangi takarannya.
Bareskrim Polri membongkar adanya dugaan pengurangan takaran minyak pada sebuah pabrik di Depok. Takaran yang seharusnya 1 liter menjadi 750-800 mililiter saja.
Terkait hal tersebut, Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Achmad Nur Hidayat atau Mad Nur melihat tindakan tersebut sangat ironis.
Pasalnya, pemerintah saat ini tengah mengupayakan memberikan subsidi minyak murah kepada masyarakat. Dengan adanya kasus tersebut, masyarakat jadi semakin sulit percaya.
“Kasus pengurangan isi kemasan Minyakita dan praktik penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah ironi di tengah upaya pemerintah menghadirkan minyak goreng murah bagi rakyat,” ujar Mad Nur kepada KBA News, Selasa, 11 Maret 2025.
Menurutnya, praktik pengurangan takaran Minyakita sangat mencederai hak masyarakat. Tindakan ini dinilai tidak dilakukan tanpa sebab.
Mad Nur mengatakan, kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) yang merupakan bahan baku minyak goreng menjadi faktor utamanya. Hal ini menyebabkan beberapa oknum berusaha mendapat keuntungan yang lebih besar.
“Ketika harga CPO melampaui angka keekonomian, produsen Minyakita menghadapi dilema antara mengikuti ketentuan HET atau menyesuaikan harga demi keberlangsungan produksi,” ucap Mad Nur.
“Sayangnya, sebagian memilih jalan pintas, mengurangi isi kemasan atau menaikkan harga di atas HET. Ini bukti bahwa regulasi harga yang tak adaptif dengan realitas pasar membuka ruang bagi praktik nakal,” lanjut Mad Nur menjelaskan.
Selain itu, ia juga melihat rantai distribusi yang panjang dan tidak efisien juga menjadi salah satu faktor adanya tindakan tersebut.
Dari produsen, minyak goreng harus melewati banyak tangan hingga sampai ke konsumen, mulai dari distributor besar, distributor kecil, hingga pengecer.
Dalam setiap rantai itu, Mad Nur melihat potensi markup harga sangat besar. Terlebih pengawasan dari pemerintah juga sangat rendah, sehingga eksploitasi harga bisa dengan mudah dimainkan.
“Praktik ini semakin memburuk dengan lemahnya tindakan hukum. Fakta bahwa ada produsen Minyakita yang beroperasi tanpa izin edar atau SNI adalah bukti nyata lemahnya pengawasan pemerintah,” paparnya.
“Ketidakhadiran negara dalam mengontrol rantai pasok minyak goreng rakyat menjadi penyebab utama mengapa kecurangan semacam ini bisa tumbuh subur,” pungkas Mad Nur. (DJP)
Discussion about this post