Daily News | Jakarta – “Pemerintah harus tegas mengantisipasi kondisi ini untuk menyelamatkan industri dan usaha dalam negeri yang sudah semakin terpukul karena masuknya barang barang impor dengan harga dumping untuk menguasai pasar. Ini pasti akan makin mematikan usaha dan industri dalam negeri.”
Beigtulah, perang tarif bea masuk antara Amerika dengan Cina semakin seru dan sengit. Kedua negara itu tidak mau mengalah dan memberikan solusi yang menguntungkan keduanya. Mereka malah makin memperlihatkan taring untuk semakin keras dalam bersikap. Jika keduanya tidak ada yang mau mengalah untuk mencari solusi menang-menang (Win-win Solution) maka dikhawatirkan ekonomi dunia akan guncang, termasuk ekonomi negara berkembang seperti Indonesia.
Pengamat ekonomi dan politik dari Universitas Indonesia (UI) Watch Sayuti As-Syatrie menyatakan hal itu kepada KBA News, Rabu, 9 April 2025, menyikapi perang tarif antara dua negara Adidaya dunia tersebut. Perang itu dimulai pada 2 April sejak Presiden Donald Trump mengumumkan bea tarif baru untuk barang dan komoditi ekspor masuk ke negara itu. Tentu saja kebijakan itu memukul negara-negara yang melakukan banyak ekspor ke Amerika, termasuk Cina.
Suasana dan kondisi makin runyam dan berbahaya ketika Amerika menyatakan akan memberlakukan 104% pungutan yang menyangkut semua impor Cina ke Amerika. Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengumumkan hal itu pada hari Selasa an mulai berlaku pada hari ini Rabu. Ini tentunya mengejutkan karena data itu di atas tarif Cina yang ada sebelum masa jabatan kedua Trump.
Pasa mulanya Cina sudah ditetapkan untuk melihat kenaikan tarif sebesar 34% pada hari Rabu sebagai bagian dari paket tarif “timbal balik” Trump. Tetapi Presiden Trump kemudian menekankan tambahan 50% lagi setelah Beijing tidak membatalkan janjinya untuk memberlakukan tarif pembalasan 34% pada barang-barang AS pada siang hari Selasa. Karena itu Trump memutuskan untuk memberikan tambahan 84% dalam bea masuk.
Menurut Sayuti, perang tarif ini akan sangat berdampak pada ekonomi kedua negara. Bagi Amerika, para konsumennya akan menderita kenaikan harga, sesuai dengan ketergantungan mereka pada produk impor. Sementara bagi Cina, kenaikan sebesar itu akan membuat produknya tidak kompetitif dan bisa berakibat terjadi penurunan produksi dan kekacauan dalam mata rantai pasoknya. Meningkat pengangguran dan secara nasional menurunkan daya beli rakyat.
Melawan sampai akhir
“Cina telah mengatakan akan melawan dan berjuang sampai akhir daripada menyerah pada apa yang dilihatnya sebagai paksaan AS. Untuk itu mereka telah meningkatkan hambatan perdagangannya sendiri terhadap AS sebagai tanggapan. “Situasi akan sangat berbahaya jika tidak segera dicari jalan keluar yang rasional dan menguntungkan keduanya,” kata mantan Anggota DPR-RI dari Fraksi PAN itu.
Dikatakannya, Perang Tarif itu akan sangat berdampak pada ekonomi Cina yang pasar terbesarnya adalah Amerika. “Diperkirakan para ahli, jika perseteruan itu terus berlanjut, maka akan terjadi penurunan sebesar lebih dari 2,5 besaran persentase dari PDB Nasional Negeri Tirai Bambu itu,” kata Mantan Anggota Tim Asistensi Menteri Keuangan bidang Desentralisasi Fiskal pada masa Menkeu Budiono itu.
Bagaimana dampaknya terhadap ekonomi Indoenesia? Dampaknya tentu akan besar. Pertama, Indonesia sendiri menghadapi masalah ekspornya ke Amerika akibat naiknya tarif ke sana. Ini saja sudah memusingkan, karena kita harus melakukan negosiasi kepada Amerika. Posisi kita tidak sebesar Cina yang tentunya kita akan terpaksa menerima syarat-syarat yang akan didikte oleh mereka. Walaupun Presiden Prabowo optimis bahwa kita akan mampu keluar dari jebakan tarif itu.
Kedua, masalah akan timbul dari Cina sendiri. Barang mereka yang tidak bisa masuk ke Amerika diduga akan semakin banyak masuk ke sini. Akan terjadi tekanan masuknya semakin banyak produk China dengan harga murah dan berakibat lebih banyak usaha industri dalam negeri yang bangkrut dan tutup. Tidak ada perang tarif antara Amerika dan Cina kita sudah merasakan dampak dari barang murah Cina yang masuk yang membuat banyak pabrik dalam negeri yang gulung tikar dan PHK besar-besaran.
“Pemerintah harus tegas mengantisipasi kondisi ini untuk menyelamatkan industri dan usaha dalam negeri yang sudah semakin terpukul karena masuknya barang barang impor dengan harga dumping untuk menguasai pasar. Ini pasti akan makin mematikan usaha dan industri dalam negeri,” demikian Sayuti As-Syatrie. (HMP).
Discussion about this post