Daily News | Jakarta – “Disamping melakukan negosiasi kepada Amerika dan Cina agar ekpor kita tidak dibatasi oleh tarif tinggi, juga agar barang mereka tidak menghancurkan produk dalam negeri. Di samping itu, agar ekspor bawah tangan yang tidak tercatat di pemasukan nasional bisa dihilangkan
Memang, perang tarif antara Amerika dan Republik Rakyat Cina saat ini sudah di luar nalar. Ambisi Trump yang terlalu proteksionis berhadapan dengan logika dagang Cina. Kalau dibiarkan, ini tidak hanya membuat ekonomi kedua negara itu melemah tetapi juga bisa membuat ekonomi global berada dalam bahaya resesi yang sangat parah, termasuk Indonesia.
Hai itu dikatakan oleh pengamat yang juga ahli ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Watch Hasril Hasan kepada KBA News, Kamis, 10 April 2025 menanggapi panas dan kerasnya perang tarif antara Amerika dan Cina dalam beberapa hari ini. Trump memulai perang itu dengan menetapkan bea masuk 32 persen kepada barang-barang Cina yang diekspor ke sana. Cina kemudian menjawab dengan menetapkan tarif yang sama atas barang-barang Amerika yang masuk ke Negeri Tirai Bambu itu.
Reaksi Cina itu membuat Trump marah. Dia menyatakan akan menaikkan tarif menjadi 84 persen untuk produk Cina, yang juga tidak mau kalau dengan menerapkan 104 persen. Amerika makin panas dan menyatakan menaikkan tarif itu menjadi 140 persen. “Ini nampaknya makin runyam. Tidak lagi berdasarkan akal sehat tetapi mirip seperti badut yang tidak lucu,” kata alumni Fakultas Ekonomu UI tahun 1967 itu.
Cina nampaknya kuat dan tegar melawan gebrakan Trump itu. Xi Jing Ping bertahan dengan keras karena yakin akan ketahanan ekonomi nasional negeri dengan penduduk sekitar 1,4 Milyar itu. Fundamental ekonominya sangat kukuh, besar dan berdaya saing tinggi. Ini berbeda dengan Amerika yang juga memang besar tetapi sistem kapitalis, tidak bisa diatur sepenuhnya oleh Pemerintah. Ada peran pasar yang sangat menentukan.
“Itulah yang terjadi. Amerika mendapat pukulan besar setelah Trump mengumumkan Perang Tarif itu. Pasar saham di Wall Street bereaksi negatif. Harga-harga saham anjlok. Kepanikan terjadi. Ulah Trump itu membuat hilang dana sebesar 5 Milyar dolar AS. Tetapi, Trump nampaknya tidak paham. Dia tetap saja jumawa dengan kebijakan itu dengan alasan melindungi pasar dalam negeri atas serbuan barang impor,” kata mantan direktur di peruhaaan alat-alat rumah tangga itu.
Memukul diri sendiri
Boss Tesla Elon Musk, pendukung kuat Donald Trump di Pilpres November tahun lalu, mulai menyadari bahwa perang tarif yang dimainkan Amerika itu justru akan memukul diri sendiri. Dia merasakan sendiri bahwa perusahaan Teslanya ambrol di pasar saham. Dia kehilangan lebih dari dua milyar dolar AS akibat harga sahamnya terjun bebas paska perang gila-gilaan yang dilakukan Trump. Dia pun secara tidak langsung menyatakan keluar dari barisan pendukung Trump.
Apapun hasil akhir dari perang tarif antara Amerika dan Cina itu, akan berpengaruh langsung atas kinerja ekonomi nasional kita. Jika Amerika yang menang, maka karena kurangnya pasar di Amerika, barang-barang Cina akan masuk ke mari. Sekarang saja barang-barang itu sudah menguasai pasar kita yang membuat industri dalam negeri jadi kolaps dan PHK di mana-mana.
Sebaliknya jika Cina yang menang, kondisinya sama saja. Barang-barang Cina akan tetap banjir dan komoditi ekspor kita tetap dikuasai Cina, seperti nikel yang saat ini dikirim ke Cina lewat bawah tangan. Artinya, kita mengekspor nikel ke Cina tetapi tidak tercatat di catatan ekspor kita. Sedangkan laporan impor nikel Indonesia ke Cina tercatat dalam laporan negara itu ke WTO. Artinya, bisa diduga ada kekuatan tidak terlihat yang menguasai nikel kita yang duitnya tidak masuk ke negara tetapi Pribadi-pribadi.
Hal seperti ini, kata Hasril, sangat culas dan jahat. Faisal Basri sendiri, sudah berteriak atas masalah ini. Dia mendapat info dari KPK bahwa menantu Jokowi Bobby Nasution terlibat dalam praktek ilegal itu. Tetapi, sayangnya, aparat hukum tidak menyelidiki kasus itu, hingga Faisal Basri wafat beberapa tahun yang lalu.
“Kita mengharapkan pemerintahan Prabowo tegas dalam hal itu dalam rangka menyelamatkan perekonomian nasional. Disamping melakukan negosiasi kepada Amerika dan Cina agar ekpor kita tidak dibatasi oleh tarif tinggi, juga agar barang mereka tidak menghancurkan produk dalam negeri. Di samping itu, agar ekspor bawah tangan yang tidak tercatat di pemasukan nasional bisa dihilangkan,” demikian Hasril Hasan. (EJP)
Discussion about this post