Daily News | Jakarta – Golput dan gercos sebagai aksi protes warga Jakarta mengancam partisipasi demokrasi ketika aspirasinya tidak didengar oleh partai politik dan pemerintah.
Fenomena gerakan coblos semua (gercos) pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta menjadi pilihan masyarakat yang tidak menyukai tiga paslon tersebut.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan gerakan tersebut merupakan aksi protes terhadap putusan antara kebijakan partai yang tak mendengarkan aspirasi masyarakat.
“Yang pasti adalah terjadi keterputusan antara kebijakan partai dan aspirasi publik. Kalau terjadi sesuatu yang koherensi kan engga akan ada gerakan coblos semua, tidak akan ada Jaringan Rakyat Miskin Kota yang menyatakan akan mencoblos semua paslon,” kata Titi saat diwawancara media dihadiri KBA News usai acara diskusi terkait ‘Fenomena Kepala Daerah incumbent melakukan mutasi jabatan menjelang Pilkada 2024 di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 4 Oktober 2024.
Menurutnya di Pilkada Jakarta saat ini, masyarakat begitu melek politik dan dijadikan momen untuk kemajuan Jakarta lebih baik ke depan dengan tidak salah memilih pemimpin.
“Itu kan artikulasi protes. Artinya masyarakat DKI itu menempatkan pilkada itu sebagai momen dan forum penting dalam artikulasi politik,” ujarnya.
Dosen Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) melihat bahwa partisipasi demokrasi warga Jakarta menurun, lantaran aspirasinya tidak didengar oleh partai politik dan pemerintah. Dia pun memahami atas kekecewaan masyarakat yang memilih gercos. Menurutnya gercos sebagai bentuk gerakan protes.
“Dan ketika mereka menyatakan akan coblos semua, itu kan bentuk gerakan protes voting, berangkat dari kesadaran politik. Kalau orang tidak punya kesadaran politik, kan tidak akan ada gerakan coblos semua. Harusnya Jakarta bangga sama warganya,” tegasnya.
Selain itu, Pengamat Pemilu menuturkan Daerah Khusus Jakarta itu mempunyai karakteristik pemilihnya itu berbeda dengan daerah-daerah lain. Dimana, lanjut Titi, masyarakat Jakarta relatif melek informasi dan pendidikan politik mereka juga sangat dipengaruhi oleh informasi yang mereka terima. Sehingga tiga paslon cagub dan cawagub ini harus siap saat menjalankan debat cagub dan cawagub di Pilkada Jakarta.
Debat itu akan menjadi elemen penting bagi pemilih di dalam mengambil keputusan untuk Pilkada Jakarta. Bila tidak maka masyarakat melakukan gercos.
“Jadi di tengah kekecewaan masyarakat yang cukup besar, gerakan coblos semua atau gerakan golput, debat itu akan menjadi sesuatu instrumen yang akan memengaruhi pemilih, apakah mereka akan tetap memelihara kekecewaannya atau beralih kepada mendukung salah satu paslon,” tegasnya. (EJP)