Daily News | Jakarta – Semakin berkembangnya zaman dan penggunaan teknologi berdampak jelas pada meluasnya globalisasi. Hal itu menyebabkan sejumlah kearifan lokal dan budaya leluhur yang sempat melekat di kehidupan masyarakat Indonesia hilang dan meredup.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi; diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa Latin cultura.
Negara kita punya berbagai macam tradisi dan adat isitiadat yang diwariskan secara turun temurun yang harusnya dan bisa wajib kita pelihara.
Beberapa di antara tradisi dan budaya yang kita miliki nampaknya kian tergerus oleh teknologi bahkan politik kepentingan baik itu budaya pengobatan herbal sampai dengan budaya upacara tradisional.
Pembaca DNI, Berikut kami rangkum kearifan lokal dan budaya Indonesia yang hampir punah dan semestinya kita jaga kelestariannya.
Kopi Tutuk Lesung/Tumbuk
Kopi tutuk lesung adalah biji kopi yang ditumbuk menggunakan lesung, alias dibuat dengan cara tradisional. Tempo dulu, pembuatan kopi masih mengandalkan tenaga manusia. kopi tutuk lesung dari Bengkulu adalah salah satunya.
Pengobatan Herbal
Obat herbal adalah obat yang bersifat organik atau alami, sama seperti tubuh kita. Obat herbal murni diambil dari saripati tumbuhan yang mempunyai manfaat untuk pengobatan, tanpa ada campuran bahan kimia buatan (sintetis) dan tanpa campuran hewan.
Zaman dulu bila anak-anak sakit atau terluka, orangtua bakal memberi pengobatan dengan bantuan obat-obatan alami. Misalnya beras kencur untuk menyembuhkan memar, juga baluran minyak dan bawang putih untuk mengobati flu dan masuk angin. Belum lagi, masyarakat dulu masih banyak yang mengandalkan jamu untuk memelihara kesehatan dan daya tahan tubuh.
Musyawarah
Satu lagi budaya yang udah jarang ditemuin khususnya di kota-kota besar semisal Jakarta. Kebanyakan penduduk di kota besar hanya mementingkan egonya masing-masing, pamer inilah itulah, mau jadi pemimpin kelompok ini itu dan bahkan suka main hakim sendiri.
Tapi coba kita melihat desa-desa yang masih menggunakan budaya ini mereka hidup tentram dan saling percaya, ga ada yang namanya saling sikut dan menjatuhkan, semua perbedaan di usahakan secara musyawarah dan mufakat.
Jadi sebaiknya Anda yang ‘masih’ merasa muda harus melestarikan budaya ini demi keberlangsungan negara Indonesia yang tentram dan cinta damai.
Gotong Royong
Kearifan lokal juga bisa menyangkut kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Dulu, budaya gotong royong masih melekat kuat di masyarakat, khususnya yang tinggal di perkampungan.
Gotong royong merupakan istilah Indonesia untuk bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Istilah ini berasal dari kata bahasa Jawa gotong yang berarti “mengangkat” dan royong yang berarti “bersama”.
Warga kampung biasa melakukan ronda secara bergiliran setiap hari demi menjaga keamanan bersama. Ada pula gotong royong membersihkan jalan dan selokan yang biasanya diadakan setiap Minggu.
Tabuik
Tabuik merupakan upacara mengusung jenazah dari Sumatera Barat. Upacara tersebut diadakan untuk memperingati Asyura pada 10 Muharram, tanggal wafatnya Imam Husain cucu Nabi Muammad. Di upacara Tabuik, masyarakat biasanya bakal menyajikan aksi teatrikal pertempuran Karbala.
Seba
Tak jauh dari kota modern, Suku Baduy Dalam tetap menjaga tradisinya berjalan kaki tanpa kendaraan. Bahkan, setiap tahunnya, mereka punya tradisi Seba. Tradisi berjalan kaki dari Rangkasbitung sejauh 100 kilometer untuk bersilaturahmi.
Pasola
Pasola terus berkembang menjadi sebuah tradisi turun-temurun bagi masyarakat Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Acara ini merupakan sebuah permainan ketangkasan melempar lembing kayu sambil menunggang kuda.
Pasola digelar dalam menyambut masa tanam. Zaman dahulu, mereka percaya bahwa dengan adanya kecelakaan saat acara berlangsung, hal ini menjadi pertanda baik bagi hasil pertanian. Hingga kini, mereka tetap bertarung saat Pasola guna menjaga tradisi leluhur.
Bakar Tongkang
Keturunan Tionghoa di Bagan Siapiapi, Riau, punya tradisi spesial setiap Juni bernama Bakar Tongkang. Awalnya, tradisi ini menjadi bentuk keputusasaan masyarakat Tionghoa untuk menetap di sebuah wilayah.
Seiring perkembangan zaman, tradisi ini menjadi pengingat masyarakat Bagan Siapiapi untuk tak lupa dengan kampung halamannya. Ritual ini diadakan dengan cara membuat kapal layar yang nantinya akan dibakar.
Omed-omedan
Omed-omedan menjadi tradisi pemuda Banjar Kaja, Desa Pakraman Sesetan, Denpasar, dalam menyambut pergantian Tahun Baru Caka. Acara ini sudah dilakukan sejak abad ke-18 Masehi.
Omed-omedan bukan tradisi ciuman seperti yang terlihat di media sosial, melainkan saling tarik-menarik. Tradisi ini hanya boleh dilakukan anggota baru masuk perguruan tinggi hingga yang belum menikah. Bagi yang sedang berhalangan dilarang untuk ikut serta.
Kebo-keboan
Kebo-keboan digelar untuk memohon kesuburan sawah dan hasil panen yang melimpah. Tradisi ini dijalankan masyarakat Banyuwangi, khususnya Suku Osing. Setiap tahunnya, kamu bisa melihat Kebo-keboan di Desa Alasmalang dan Aliyan pada 10 Muharram atau Suro.
Acara dimulai dengan mengarak orang yang kerasukan roh gaib untuk dibawa ke Rumah Kebudayaan Kebo-keboan. Terakhir, akan ada Dewi Kesuburan dan Dewi Sri yang menaburkan benih padi kepada para petani dan kebo. (DYK)