Daily News | Jakarta – Mafia hukum di pengadilan sudah melibatkan banyak pihak. Tak hanya hakim, pengacara, jaksa, panitera, namun tukang parkir hingga office boy sudah terlibat.
Mantan Ketua Komisi Yudisial sekaligus Ketua Badan Wakaf UII Yogyakarta, DR Suparman Marzuki, mengatakan dunia hukum Indonesia memang kini sudah sangat amburadul. Persoalan ini terlihat jelas baik bila ditinjau sistem dan penegak hukumnya.
‘’Sudah begitu rusak ada pembaruan. Semua pihak harus peduli ini. Apalagi para akademisi, mahasiswa, dan para alumni fakultas hukum di mana pun. Kini tiba saat untuk bergerak nyata persoalan hukum Indonesia yang sudah sistematik ini,’’ kata Suparman, kepada KBA News dalam acara pelantikan para pengurus Ikatan Alumni UII ( IKA UII), di Bogor, kemarin, 27 April 2025.
Menurut Suparman, saat ini semua pihak melihat kerusakan itu nyata misalnya dengan keterlibatan begitu banyak aparat hukum dalam tindak pidana korupsi. Tak hanya kejaksaan, kepolisian, hingga aparat penegak hukum di lembaga Mahkamah Agung juga kuyup dengan pidana itu. Bahkan KPK begitu juga.
‘’Saya punya pengalaman langsung ketika menjadi ketua Komisi Yudisial bagaimana modus praktik melakukan suap tanpa dapat terdeteksi oleh KPK. Salah satunya misalnya bagaimana mengirimkan uang tunai tanpa bisa dilacak.”
“Hal itu misalnya, pihak penyuap dan aparat yang akan disuap bersepakat memberikan uang via perantara. Transaksi penukaran dilakukan di bawah sebuah pohon pinggir yang letaknya sudah ditentukan. Ketika mereka jumpa kedua mobil memberikan isyarat dengan menyalakan lampu mobil. Di situ kemudian perpindahan uang dilakukan secara sangat cepat,’’ katanya.
Contoh nyata lagi selain itu adalah ditemukan pegawai Mahkamah Agung yang ketiga digeledah rumahnya ditemukan uang tunia hingga senilai Rp1 triliun. Dan celakanya kasus ini sampai kini seolah menghilang begitu saja.
‘’Jadi bayangkan uang Rp1 triliun itu di dapat dari mana dan akan ke mana saja. Kasus ini harus diterangkan dan ditindak oleh MA secara nyata. Kemudian ada kasus penyuapan hakim di sebuah Pengadilan Negeri Jakarta. Bahkan saya pun ketika jadi ketua KY sempat memberikan saran agar semua hakim di PN Jakarta di pindah saja ke luar Jawa. Sedangkan hakim dari luar Jawa itu yang segera ditugaskan ke PN Jakarta. Rotasi ini harus sering dilakukan,’’ tegasnya.
Mengapa rotasi itu mendesak dilakukan? Suparman yang juga dosen FH UII menjawab harus sudah milai memberi kesempatan dan hakim di luar Jawa, terutama dari wilayah terpencil membuktikan dirinya berkiprah di ibu kota. “Pasti tak semua hakim buruk. Tapi sepertinya hakim dari wilayah terpencil yang selama hanya mengurus soal perdata bisa seperti pencurian, waris, dan perceraian diberi kesempatan besar. Mereka saya yakin bisa mampu karena para hakim itu pasti sosok berkualitas dan lebih terjaga integritasnya. Paling tidak mereka masih minim terlibat dalam jaringan mafia hukum.”
‘’Ingat mafia di pengadilan sudah melibatkan banyak pihak. Tak hanya hakim, pengacara, jaksa, panitera, namun tukang parkir hingga office boy di pengadilan juga terindikasi ikut di dalamnya. Jaringannya sudah sangat meluas dan sistematis,’’ tegas Suparman lagi.
Menyadari buruknya penegakan hukum di Indonesia, Ketua Umum IKA UII, DR Ari Yusuf Amir, mengatakan perguruan tinggi dan para alumninya juga harus segera bertindak nyata. Apalagi bagi UII yang mempunyai fakultas hukumnya mempunyai alumni yang sudah terkenal semenjak dahulu telah mewarnai bidang penegakan hukum harus segera menumbangkan pemikirannya.
‘’Harus ada mekanisme bagi universitas untuk terus memperingatkan para alumni untuk setia pada ide pendiri UII yakni beramal ilmiah dan berilmu amaliyah,’’ tegas Ari.
Hal tersebut berati, para akademisi, mahasiswa, hingga alumni harus mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan dan riset untuk menyelesaikan masalah dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. “Ini juga mencakup upaya menginternalisasi nilai-nilai keislaman dalam proses belajar mengajar dan kegiatan kampus, seperti dalam penelitian, pengabdian masyarakat, dan dakwah,’’ tandas Ari Yusuf Amir. (AM)