Daily News | Jakarta – Terbukti, penyidik juga belum menemukan aliran dana korupsi ke Tom Lembong. Sehingga klaim penyidik telah menemukan dua alat bukti diragukan.
Langkah Kejaksaan Agung menetapkan bekas Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan 2015-2016 dipertanyakan.
Karena Kejagung tidak bisa menjerat pejabat, termasuk dalam hal ini Tom Lembong yang mengeluarkan izin persetujuan impor gula saat menjadi Mendag.
“Apakah kebijakan bisa dipidana? Kalau bisa (dipidana), pejabat-pejabat lain bahkan (mantan Presiden) Joko Widodo bisa masuk penjara nanti itu,” jelas praktisi hukum M. Fadil Hasan, SH, kepada KBA News Kamis, 31 Oktober 2024.
Apalagi kemudian terbukti, katanya melanjutkan, pihak penyidik juga belum menemukan aliran dana korupsi ke tokoh bernama lengkap Thomas Trikasih Lembong tersebut, seperti disampaikan Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar.
Karena itu dia pun meragukan klaim penyidik yang mengaku sudah menemukan dua alat bukti sehingga menjerat Tom Lembong. “Bagaimana kok orang bisa ditetapkan sebagai tersangka bahkan langsung ditahan sementara aliran dana tidak ada,” katanya mempertanyakan lagi.
Dia juga heran kenapa kasus yang sudah terjadi sembilan tahun lalu baru diungkap saat ini. Sementara setidaknya ada empat Mendag setelah Tom Lembong hingga akhir pemerintahan Joko Widodo pada Oktober 2024 lalu. Semuanya juga melakukan impor gula, malah dengan jumlah yang lebih besar lagi.
“Bahkan Zulkifli Hasan sudah digeledah ruangannya saat menjadi Menteri Perdagangan (2022-2024) terkait impor gula. Selain kasus impor, dia juga (saat menjabat Menhut) ada kasus sebelumnya kasus alih fungsi hutan,” bebernya.
Karena itulah, Fadil Hasan menilai pengusutan kasus impor gula yang menjerat Co-Captain Timnas Anies-Muhaimin pada Pilpres 2024 ini lebih bernuansa politis dibanding hukum. Tom dikejar-kejar hanya karena berseberangan dengan rezim, berbeda dengan para pejabat lainnya yang menjadi bagian dari pemerintah.
“Hukum tajamnya hanya ke lawan saja, ke kawan tidak. Sekarang hukum jadi alat politik. Negara kita negara hukum, lebih tinggi dari politik, itu hanya adagium saja. Karena sampai hari ini politik yang berkuasa, bukan hukum,” demikian tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Kejagung menjerat Tom Lembong karena mengeluarkan izin impor, padahal rapat antarkementerian tanggal 12 Mei 2015 menyimpulkan Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu impor.
“Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan Tersangka TTL memberikan izin Persetujuan Impor (Pl) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP),” jelas Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar.
Pengusutan kasus impor gula yang juga menjerat Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) 2015-2016 Charles Sitorus sebagai tersangka ini dinilai telah merugikan negara sebesar Rp400 miliar.
Nilai kerugian negara tersebut dihitung dari keuntungan yang diperoleh perusahaan swasta selaku importir yang seharusnya menjadi milik negara/BUMN dalam hal ini PT PPI. Karena yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN.
Meski demikian, pihak Kejagung membantah ada unsur politis di balik pengusutan kasus tersebut. “Penanganan perkara terkait importasi gula, sekali lagi saya nyatakan, di sini tidak ada politisasi hukum, tetapi murni penegakan hukum,” ungkap Harli Siregar. (DJP)