Daily News | Jakarta – Pramono Anung mendapat keuntungan besar dari dukungan Anies Baswedan, yang membawa peningkatan elektabilitas sebesar 7% hanya dalam dua minggu terakhir sebelum pencoblosan 27 November 2024.
Pilgub Jakarta 2024 berhasil dimenangkan oleh pasangan calon (paslon) Pramono Anung dan Rano Karno. Paslon yang diusung PDI Perjuangan ini sebelumnya berada 42,9% berdasarkan hasil survei pada 12 November, berhasil mencetak kemenangan telak di putaran pertama.
Didukung oleh tokoh populer seperti Anies Baswedan, elektabilitas Pramono melonjak drastis hingga 50,07%, melewati batas kemenangan satu putaran. Apa yang menyebabkan kenaikan pesat ini, dan bagaimana pesaing utamanya, Ridwan Kamil-Suswono, gagal mengejar ketertinggalan?
Pramono Anung mendapat keuntungan besar dari dukungan Anies Baswedan, yang membawa peningkatan elektabilitas sebesar 7% hanya dalam dua minggu terakhir sebelum pencoblosan 27 November 2024. Kolaborasi ini terbukti strategis, mengingat basis massa Anies yang kuat di kalangan pemilih urban dan progresif. Pengaruh Anies mampu memobilisasi kelompok pemilih muda yang sebelumnya ragu untuk menentukan pilihan.
Menurut survei terakhir, daya tarik Pramono juga semakin solid berkat pendekatan komunikatifnya yang menonjolkan visi pembangunan berkelanjutan dan pemerataan ekonomi. Kampanye yang konsisten dengan narasi tersebut berhasil menggalang simpati publik yang menginginkan perubahan nyata.
Di sisi lain, Ridwan Kamil yang semula memiliki modal survei 39,2% pada 12 November, hanya mampu menambah elektabilitas sebesar 0,2%, berakhir di angka 39,4%. Padahal paslon ini didukung oleh Joko Widodo (Jokowi), Prabowo Subianto, dan Habib Rizieq Shihab. Dukungan ketiga tokoh ini dalam dua minggu terakhir menjelang pencoblosan ternyata tidak cukup signifikan untuk mengangkat posisinya.
Sejumlah Analis politik menilai bahwa keberhasilan Pramono juga didukung oleh strategi komunikasi digital yang agresif dan efektif. Kampanyenya berhasil meraih perhatian luas di media sosial, dengan konten-konten yang viral dan mampu menggugah emosi pemilih. Sebaliknya, Ridwan Kamil dinilai kurang maksimal dalam memanfaatkan platform digital untuk memperluas jangkauan pesan politiknya.
Tidak hanya itu, peran partai politik juga sangat menentukan. PDIP sebagai kendaraan utama Pramono memiliki jaringan yang solid hingga ke akar rumput. Hal ini menjadi modal besar yang sulit ditandingi oleh koalisi Ridwan Kamil, meskipun didukung banyak partai yang tergabung dalam KIM Plus seperti PKS, Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PKB, PSI, PPP, dan lainnya.
Kemenangan Pramono Anung dalam satu putaran ini menjadi preseden penting bagi peta politik Indonesia ke depan. Bagaimana ia akan mengelola mandat besar ini untuk mewujudkan janji-janji kampanyenya akan menjadi perhatian utama publik. Sementara itu, Ridwan Kamil perlu merefleksikan strategi politiknya jika ingin tetap relevan dalam kontestasi politik mendatang.
Dengan dinamika yang terjadi, Pilgub Jakarta ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya dukungan tokoh yang tepat, strategi kampanye yang terarah, dan kemampuan membaca aspirasi publik. Hasil ini tidak hanya mencerminkan preferensi pemilih, tetapi juga menunjukkan betapa krusialnya manajemen tim kampanye dalam menentukan kemenangan. (DJP)