Daily News | Jakarta – Pengamat Pangan Dr Syaiful Bahari: Pemerintah Gagal Sediakan Pangan yang Terjangkau dan Berkualitas
“Jika pangan langka dan harga tinggi, maka sudah pasti akan memicu inflasi, dan kondisi ini akan menggerus daya beli masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi.”
Dr Syaiful Bahari lalu menegaskan, pada periode pemerintahan Prabowo Subianto kini, Proyek Strategis Nasional (PSN) terpenting dan mendesak adalah yang berkaitan dengan ketahanan dan swasembada pangan.
Menurutnya, saat ini pangan menjadi faktor menentukan dalam perkembangan ekonomi nasional. “Jika pangan langka dan harga tinggi, maka sudah pasti akan memicu inflasi, dan kondisi ini akan menggerus daya beli masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi,” kata Dr Syaiful, yang tercatat sebagai dosen Pascasarjana Universitas Marsekal Suryadarma, Jakarta.
Dijelaskan baru-baru ini di Jakarta bahwa PSN di sektor pangan meliputi pembangunan infrastruktur pertanian seperti irigasi dan pembangunan lahan pertanian baru, meski tidak harus berupa food estate berskala luas.
Bahkan, ia menekankan, PSN ini harus dibangun secara terintegrasi dengan industri pengolahan pangan untuk memperkuat hilirisasi pangan.
“Ketahanan pangan sudah menjadi kewajiban negara dan pemerintah. Karena, hak setiap warga negara untuk hidup layak, sejahtera lahir dan batin dijamin oleh UUD 1945, khususnya Pasal 28 H ayat (1). Jadi, tanpa PSN pun, negara dalam hal ini pemerintah wajib menyediakan kecukupan pangan yang terjangkau bagi seluruh rakyat,” katanya.
Karena itu, ia menegaskan, kewajiban pemerintah membangun sektor pertanian dan pangan dengan menyediakan alokasi APBN yang memadai. Sehingga, tidak ada lagi kenaikan harga pangan yang membebani setiap keluarga rakyat Indonesia.
Terlebih, sejauh pengamatannya, sekarang ini faktanya pemerintah gagal menyediakan pangan yang terjangkau dan berkualitas bagi rakyat Indonesia.
Sudah lama sejak Indonesia menerima predikat negara swasembada beras pada tahun 1986, namun setelah itu, Indonesia selalu menjadi negara importir pangan, termasuk beras.
Tentu, kedaulatan dan ketahanan pangan Indonesia, katanya, sangat berhubungan erat dengan ketersediaan lahan pertanian, mengingat luas tanah tidak bertambah, tetapi jumlah penduduk terus bertambah. “Dengan demikian, kebutuhan konsumsi untuk makan orang Indonesia juga terus meningkat,” kata Dr Syaiful, yang spesialisasinya sebetulnya bidang hukum agraria dan hukum tata negara.
Dikatakan pula, sekarang ini dengan jumlah penduduk Indonesia 278 juta jiwa, setiap tahun memerlukan beras 32 juta ton. Sementara itu, luas lahan pertanian padi sejak 20 tahun tidak bertambah, bahkan berkurang karena konversi lahan pertanian ke non-pertanian. “Hal ini menjadi masalah serius bagi Indonesia untuk menjaga ketahanan pangan nasional,” tegasnya.
Dengan demikian, persoalan pangan harus ditempatkan menjadi program pokok nasional bagi pemerintah, siapa pun yang memimpin. “Karena itu, pangan menjadi isu konstitusional,” katanya.
Terkait PSN warisan era Jokowi, kebanyakan terfokus pada proyek mega-infrastruktur, seperti jalan tol, pelabuhan dan bandara. Proyek PSN infrastruktur tersebut memang cukup potensial di masa mendatang, tetapi untuk jangka pendek, proyek tersebut tidak menimbulkan dampak langsung terhadap ekonomi rakyat.
Ia melihat, di era Jokowi, PSN untuk pertanian hanya sedikit dan tidak berdampak pada sektor pertanian dan pangan. Proyek tersebut berupa pembangunan waduk atau bendungan, tetapi sistem irigasinya tidak dibangun, sehingga tidak efektif untuk masyarakat.
“Karena itu, pemerintahan Prabowo Subianto seharusnya meneruskan dan memperbaiki proyek Strategis Nasional (PSN) di sektor infrastruktur pertanian yang dibangun semasa era Jokowi. Sedangkan infrastruktur jalan, pelabuhan dan bandara tidak perlu dilanjutkan, karena selain menguras anggaran negara yang besar, juga tidak berdampak langsung terhadap ekonomi Indonesia dalam jangka pendek,” Demikian Dr Syaiful Bahari. (EJP)
Discussion about this post