Daily News | Jakarta – Sebuah tulisan lama Anies Baswedan kembali menjadi sorotan publik. Artikel yang berjudul Konglomerat: Bisakah Transparan dan Merakyat? pertama kali diterbitkan di Balairung Edisi Khusus/TH.VIII/1994. Tulisan ini menggambarkan kritik Anies terhadap konglomerasi di Indonesia serta bagaimana struktur ekonomi seharusnya berkontribusi lebih adil bagi rakyat.
Artikel yang dipublikasikan 31 tahun lalu tersebut kini menarik perhatian, terutama karena relevansinya dalam konteks ekonomi saat ini. Dalam tulisan itu, Anies mempertanyakan apakah konglomerasi benar-benar membawa manfaat bagi rakyat atau justru semakin memperlebar jurang ketimpangan.
Kawan lama Anies Baswedan, Sunarto, mengatakan, perjalanan Anies Baswedan tumbuh dalam lingkungan gerakan kritis dan pemikiran progresif. Sejak mahasiswa, Anies selalu mengedepankan sikap anti-kemapanan. “Saat masih mahasiswa hingga menjadi pejabat publik. Anies memperjuangkan kesetaraan bagi semua,” ujar Sunarto kepada KBA News, Minggu, 16 Maret 2025.
Sebagai mahasiswa, Anies mengusung isu-isu fundamental yang relevan dengan kondisi sosial-politik saat itu, salah satunya menentang praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). Ia juga aktif dalam demonstrasi yang menolak dominasi ekonomi oleh segelintir kelompok elite, yang dalam terminologi saat ini sering disebut sebagai oligarki.
“Saya masih ingat, Anies memimpin aksi demonstrasi anti-konglomerasi. Aksi dilakukan di depan Bank BCA, yang dianggap representasi dan mencerminkan ketimpangan ekonomi yang luar biasa,” jelasnya.
Dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini mengatakan, saat itu merasakan betul kesenjangan ekonomi yang besar. “Anies memiliki daya kreasi dan ide yang kuat dalam memperjuangkan isu ini. Sejak mahasiswa hingga sekarang, ideologi Anies tidak pernah berubah,” tegas Sunarto.
“Seperti yang sering diucapkan Anies, membesarkan yang kecil tanpa memerangi yang besar. Prinsipnya ada kesetaraan,” imbuh Dewan Penasihat DPP Jarnas ABW ini.
Menurut Sunarto, jiwa kritis dan konsistensi ideologi Anies tidak pernah luntur. Meski pernah berada di pemerintahan (Gubernur DKI Jakarta 2017-2022), Anies tetap memegang teguh prinsip perjuangan yang sudah dibangun sejak mahasiswa. “Anies adalah contoh bahwa daya kritis bukan hanya milik mahasiswa, tapi juga harus terus menyala dalam kepemimpinan,” pungkasnya.
Dalam artikel 31 tahun lalu itu, Anies menyoroti bahwa konglomerasi memainkan peran besar dalam perekonomian Indonesia, tetapi menimbulkan pertanyaan mengenai kontribusi mereka terhadap kesejahteraan rakyat.
“Konglomerasi menjadi isu menarik untuk dikritisi secara serius karena keberadaannya sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan konglomerasi di Indonesia menimbulkan pertanyaan: apakah mereka benar-benar berkontribusi secara proporsional dalam meningkatkan kekuatan ekonomi rakyat?” tulis Anies dalam artikelnya.
Dalam memperkuat tulisannya, Anies menelusuri sejarah pembentukan konglomerasi di Indonesia, yang menurutnya dimulai sejak era 1930-an dan berkembang pesat setelah revolusi kemerdekaan. Ia mencatat bahwa pada masa itu, pemerintah memberikan stimulus investasi melalui BUMN, namun banyak kebijakan yang disalahgunakan oleh segelintir elite ekonomi dan birokrat pribumi.
Anies juga menyoroti bagaimana pemerintah perlu menyeimbangkan peran konglomerat agar tidak hanya menguntungkan segelintir orang. Ia menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam praktik bisnis konglomerasi, terutama dalam memastikan bahwa manfaat ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. (EJP)
Discussion about this post