Daily News | Jakarta – Ahli digital forensik sekaligus mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Sianipar, dilaporkan ke polisi dengan menggunakan Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan usai mempermasalahkan keaslian ijazah milik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Rismon menegaskan bahwa dirinya tak getar sedikit pun dengan laporan tersebut. “Biasa saja, enggak takut. Memang sudah risiko yang sudah dikalkulasi ya secara tepat. Tetapi kalau kita terus berdiam diri dan pengecut, ya negara kita nanti dipenuhi oleh para pengecut,” katanya saat diwawancara KBA News, Minggu, 27 April 2025.
Menurutnya, melaporkan dirinya ke kepolisian adalah tidak tepat. Pasalnya, ia menyampaikan pendapat ijazah palsu itu sebagai ahli. Harusnya, kata dia, hal tersebut dibalas juga dengan pendapat ahli dari pihak Jokowi.
“Karena terminologi palsu dan asli itu sebenarnya terminologi akademik atau sains. Makanya dalam bidang forensik itu ada yang namanya fake image analysis, fake document analysis, fake video analysis, fake audio analysis. Jadi palsu atau asli itu sebenarnya masuk ke ranah pendidikan, ranah akademik dan ranah penelitian. Cuma sekarang digiring ke arah seperti seolah-olah itu bukan akademik,” jelasnya.
Teror fisik
Jalan kebenaran yang dilalui oleh Rismon memang harus dibayar mahal. Selain dilaporkan ke kepolisian, ia sudah beberapa kali mendapatkan teror fisik dan non fisik.
“Teror dua kali ya bang. Mobil saya dipecahkan sebelah kiri dipecahkan. Terus yang kedua kaca depan, kaca pintu depan tengah, ban dua sebelah kanan disayat. Saya kira itu yang termasuk di teror,” katanya.
Namun ia secara tegas tak akan mundur dari pertarungannya tersebut. “(Kalau dari WhatsApp) ada beberapa kali, tapi saya abaikan saja itu. (Saya) sama sekali (tidak getar). Tidak mundur satu inci pun,” ujarnya.
Ia menyampaikan, saat ini pihaknya tengah mengumpulkan para ahli dan lawyer untuk melawan laporan tersebut di kepolisian atau pun di pengadilan nanti.
“Dan saya berharap sebenarnya ada pendapat ahli dari seberang (pihak Jokowi) sana. Sebenarnya itu yang saya ingin dapatkan. Sesederhana itu sebenarnya ya. Dan sekaligus memang benar penelitian saya, ya UGM maupun Pak Jokowi ya harusnya dengan rendah hati dengan mengakui saja,” katanya.
Demokrasi Indonesia
Rismon mengatakan, pendapat dirinya soal ijazah palsu Jokowi tak seharusnya dilaporkan ke polisi. Pasalnya, itu adalah pendapat sebagai ahli. Dan pendapat itu seharusnya dihormati di negara demokrasi seperti Indonesia ini.
“Demokrasi kita cuma masih baby (bayi) saya kira. Dari perspektif saya sebagai orang teknik mengemukakan pendapat ahli itu bisa dilaporkan begitu,” ucapnya.
“Jadi seharusnya pengacara yang melaporkan itu ya belajar sedikit lah tentang keilmuan ini, membuka diri. Bahwa ilmu tadi itu variabel palsu dan asli itu terminologi akademik, terminologi penelitian begitu, bukan bermaksud untuk macam-macam,” katanya.
“Dan bisa dipertanggungjawabkan, dan bisa dipertontonkan, bisa didebat. Tetapi perdebatan jangan pengacara lawan ahli. Tapi ahli dari sana lawan ahli dari sini,” ujarnya.
Diketahui, polemik soal keaslian ijazah Jokowi masih belum menemukan titik akhir. Sidang perdana kasus ini pun telah dimulai pada Kamis, 24 April 2025.
Sementara sidang berjalan, empat orang yang vokal menggugat keaslian ijazah warga Solo itu kini dilaporkan polisi.
Empat terlapor tersebut adalah Roy Suryo, ahli digital forensik Rismon Sianipar, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadillah, dan dokter Tifauzia Tyassuma. (EJP)