Daily News | Jakarta – Langkah DPR yang mencoba menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas syarat pencalonan kepala daerah lewat revisi UU Pilkada benar-benar membuat Lita marah besar. Mak-mak warga Jakarta ini pun ikut terjun langsung bersama sejumlah elemen lainnya menolak revisi UU Pilkada tersebut.
“Saya marah karena apa yang sudah diputuskan MK, itu kan yang tertinggi, kenapa kok mereka bisa bikin tandingan untuk menganulir apa yang sudah diputuskan MK,” tegasnya kepada KBA News di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat siang tadi.
Dia tidak habis pikir dengan pola pikir wakil rakyat terseut. Karena ketika MK memutuskan terkait gugatan UU Pemilu soal usia capres-cawapres yang menjadi celah Gibran Rakabuming Raka untuk bisa maju pada Pilpres 2024 kemarin meski saat itu belum berusia 40 tahun, DPR menerima dan mendukung.
“Tapi sekarang tidak sesuai dengan (kepentingan) mereka, mereka mau bikin yang lain. Itu kan namanya pembodohan. Dia pikir rakyat Indonesia bodoh? Enggak bodoh. Kita cuman diam, cuman melihat situasi, dan sekarang kita tidak bisa diam lagi. Itu saja,” tegas perempuan berkaca mata minus ini.
Dia pun mengingatkan pemerintah dan DPR untuk benar-benar memimpin dan mengemban amanah dari rakyat dengan baik. Pihaknya siap turun lagi menggelar demonstrasi kalau para elite membuat kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.
“Saya hanya rakyat yang ingin supaya Indonesia ini dipimpin dengan cara yang baik. Kalau apa yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai lagi, itu harus kita luruskan. Apalagi anggota DPR. Mereka itu kan dipilih oleh rakyat. Harusnya mereka mewakili suara rakyat, bukan mewakili kepentingan elite,” demikian Lita.
Selain Lita, tampak sejumlah tokoh, aktivis, pengamat, dan akademisi turut dalam aksi di depan gedung MK ini. Seperti sastrawan Goenawan Mohamad, mantan Menteri Agama Lukman Hakim, aktivis HAM Usman Hamid, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi, dosen UGM Zainal Arifin Mochtar, hingga mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu.
Dalam aksi tersebut, mereka memberikan dukungan kepada MK atas putusannya terkait UU Pilkada yang mempermudah partai dan gabungan partai politik mengajukan calon kepala daerah. Dalam aksi tersebut, pihaknya membentangkan spanduk bertuliskan “Indonesia Darurat Demokrasi”, ” Kawal Putusan MK, Awas Pencoleng Demokrasi”.
Setelah dari gedung MK, sebagian dari mereka menuju gedung DPR, Senayan, Jakarta untuk menyatakan penolakan pengesahan revisi UU Pilkada tersebut. Mereka bergabung dengan ribuan massa dari berbagai elemen menyuarakan sikap yang sama.
Pagi tadi pukul 10.00 WIB, DPR memang menggelar Rapat Paripurna dengan agenda pengesahan revisi UU Pilkada tersebut. Namun pengesahan revisi UU Pilkada ini ditunda karena tidak memenuhi kuorum. Belakangan, DPR akhirnya memutuskan untuk membatalkannya.
“Pengesahan revisi UU Pilkada yang direncanakan hari ini tanggal 22 Agustus batal dilaksanakan,” jelas Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad lewat akun X-nya, @bang_dasco petang tadi.
Dengan demikian, aturan dalam pendaftaran calon kepala daerah di Pilkada 2024 merujuk pada putusan MK. “Oleh karenanya pada saat pendaftaran pilkada pada tanggal 27 Agustus nanti, yang akan berlaku adalah keputusan JR (judicial review) MK yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora,” demikian cuit Ketua Harian DPP Partai Gerindra ini. (DJP)
Discussion about this post