Daily News | Jakarta – Gagasan kehadiran pasukan Arab atau internasional di dalam Jalur Gaza atau poros Salah al-Din tidak ada dalam negosiasi yang sedang berlangsung di Kairo dan Doha.
“Gerakan Jihad adalah bagian penting dari diskusi untuk menghentikan agresi terhadap rakyat kami di Gaza dalam konteks kesepakatan pertukaran tawanan,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Gerakan Jihad Islam, Dr Muhammad al-Hindi, di Palestina pada Ahad (29/12/2024) dalam sebuah pernyataan pers kepada surat kabar Al-Araby al-Jadeed, dikutip dari Saba, Selasa (31/12/2024).
“Memang benar bahwa gerakan Hamas memiliki wewenang untuk bernegosiasi, tetapi konsultasi dengan gerakan tersebut sedang berlangsung, dan pekan lalu, pertemuan ekstensif diadakan dengan para pemimpin Hamas di Kairo untuk membahas penghentian agresi dan kesepakatan pertukaran tahanan.”
Dia mencatat bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah genosida yang dilakukan oleh Israel dengan dukungan dan perlindungan penuh dari Amerika dalam upaya untuk memaksa pengungsian terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Mengenai visi Gerakan untuk mengakhiri perang sehubungan dengan kontak yang terjadi saat ini, Al-Hindi menegaskan bahwa penyelesaian kesepakatan pertukaran dengan mediasi Mesir dan Qatar berakhir dengan penghentian agresi dan penarikan diri dari Jalur Gaza.
Mengenai visi “Jihad” untuk situasi pasca perang, Al-Hindi mengatakan, “Sehari setelah penghentian agresi, ada pertempuran untuk memberikan bantuan kepada rakyat kita dan membangun kembali.”
“Dalam konteks ini, ada jalan untuk membentuk pemerintahan konsensus nasional untuk mengelola Tepi Barat dan Gaza, dan mengemban tugas ini. Dalam menghadapi penolakan Otoritas Palestina, Mesir mengusulkan, dengan berlindung di balik KTT Riyad, pembentukan Komite Pendukung Gaza, dan menanggapi semua persyaratan Otoritas dalam membentuk komite tersebut serta referensi hukum dan administratifnya kepada pemerintah Abu Mazen dan pembentukannya di bawah dekrit darinya. Hingga saat ini, persetujuan Otoritas untuk berpartisipasi di dalamnya belum datang.”
Dia menunjukkan bahwa, “Komite dukungan terdiri dari para ahli dan bukan faksi, dan kami tidak berpartisipasi di dalamnya, tetapi kami mendukung tren ini dan proposal Mesir.”
Al-Hindi mengungkapkan ketegangan dalam hubungan gerakannya dengan PA di Tepi Barat yang diduduki, dengan latar belakang agresi yang dibuat-buat terhadap perlawanan di kamp Jenin untuk melayani agenda musuh.
“Setiap kelanjutan agresi berarti bahwa konfrontasi akan berubah menjadi perang gesekan jangka panjang.”
Sementara itu, kelompok perlawanan Palestina Hamas pada Rabu (25/12/2024) menyatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Jalur Gaza kembali tertunda karena Israel terus memberi syarat-syarat baru.
Dalam pernyataan singkatnya, Hamas menyoroti sikap bertanggung jawab dan fleksibel yang telah mereka tunjukkan selama negosiasi gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Doha melalui mediasi oleh Qatar dan Mesir.
“Namun, penjajah (Israel) terus memberi syarat-syarat baru terkait penarikan mundur pasukan, gencatan senjata, pertukaran tahanan, dan pemulangan pengungsi, sehingga menunda tercapainya kesepakatan,” demikian pernyataan Hamas.
Hingga saat ini, belum ada respons dari pihak Israel terkait pernyataan Hamas tersebut.
Pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (24/11) mengatakan bahwa tim perunding dari Israel akan kembali dari Qatar untuk membahas usulan pertukaran tahanan dengan Hamas.
Namun, sejumlah pengamat memandang pernyataan Netanyahu tersebut menunjukkan upayanya menunda-nunda negosiasi.
Seusai gencatan senjata singkat pada akhir November 2023, pemimpin rezim Zionis itu telah beberapa kali mengklaim ada kemajuan dalam perundingan gencatan senjata dan pertukaran tahanan, namun kemudian justru bersikeras melanjutkan agresi di Jalur Gaza.
Israel diyakini menahan lebih dari 10.300 warga Palestina, sementara jumlah sandera Israel di Gaza saat ini diperkirakan hanya tersisa seratusan orang.
Hamas menyebut bahwa puluhan sandera Israel di Gaza terbunuh oleh serangan Israel sendiri yang dilakukan secara membabi buta.
“Kesenjangan antara Israel dan Hamas tak signifikan sehingga membantu kesepakatan tercapai antara mereka,” demikian menurut harian Israel, Yedioth Ahronoth, pada Selasa.
Rezim Zionis Israel tak kunjung menghentikan agresi ke Jalur Gaza yang telah menewaskan hampir 45.400 orang, yang sebagian besar merupakan wanita dan anak-anak, sejak 7 Oktober 2023.
Bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan ketua otoritas pertahanan Israel Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan atas dugaan tindak genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakannya di Gaza. (HMP)
Discussion about this post