Daily News | Jakarta – Pelapor khusus PBB mengenai HAM di wilayah pendudukan Palestina, Francesca Albanese, meminta para profesional medis di seluruh dunia untuk menangguhkan hubungan dengan Israel. Ini sebagai tindakan solidaritas terhadap lebih dari “1.000 rekan Anda” yang terbunuh di Gaza sepanjang 14 bulan belakangan.
Menurutnya, belakangan lebih banyak pekerja medis Palestina yang ditangkap, disiksa, dihilangkan. “Karena kerisauan dan solidaritas, Anda harus memberontak, dan mendesak penangguhan hubungan dengan Israel sampai mereka menghentikan genosida [dan] penyebab terjadinya hal tersebut. Tunggu apa lagi!?” katanya.
Sebelumnya Albanese dan pelapor khusus PBB tentang hak atas kesehatan fisik dan mental, dr Tlaleng Mofokeng, mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam “pengabaian terang-terangan” terhadap hak atas kesehatan di Jalur Gaza setelah serangan Israel terhadap Rumah Sakit Kamal Adwan dan penahanan direkturnya, dr Hussam Abu Safiya.
“Selama lebih dari setahun setelah terjadinya genosida, serangan terang-terangan Israel terhadap hak atas kesehatan di Gaza dan wilayah pendudukan Palestina lainnya menambah impunitas baru,” kata para ahli PBB.
Kantor hak asasi manusia PBB pada Selasa melaporkan bahwa serangan Israel yang menargetkan rumah sakit dan sekitarnya di Jalur Gaza telah mendorong sistem layanan kesehatan di wilayah tersebut ke ambang kehancuran total. Efeknya fatal terhadap akses warga Palestina terhadap layanan kesehatan dan medis.”
Laporan setebal 23 halaman tersebut mengamati periode 7 Oktober 2023 hingga 30 Juni 2024. Selama periode ini setidaknya terjadi 136 serangan terhadap 27 rumah sakit dan 12 fasilitas kesehatan lainnya, yang menimbulkan banyak korban jiwa di kalangan dokter, perawat, petugas medis, dan warga sipil lainnya serta menyebabkan kerusakan signifikan, atau bahkan kehancuran total, infrastruktur sipil.
Laporan tersebut menyoroti bahwa hukum humaniter internasional secara eksplisit melindungi personel medis dan rumah sakit selama mereka tidak terlibat atau digunakan untuk melakukan tindakan yang merugikan musuh di luar fungsi kemanusiaan mereka.
“Sejauh ini informasi yang tersedia untuk umum untuk mendukung tuduhan-tuduhan ini masih belum mencukupi, yang masih samar-samar dan luas, dan dalam beberapa kasus tampak bertentangan dengan informasi yang tersedia untuk umum,” kata laporan PBB.
Penghancuran fasilitas kesehatan yang disengaja “mungkin merupakan bentuk hukuman kolektif, yang juga merupakan kejahatan perang”, tambahnya.
“Satu-satunya tempat perlindungan di mana warga Palestina seharusnya merasa aman justru menjadi jebakan maut,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk. “Perlindungan rumah sakit selama peperangan adalah hal yang terpenting dan harus dihormati oleh semua pihak setiap saat.”
Lebih dari 1.000 dokter dan perawat syahid dalam serangan Israel di Jalur Gaza sejak tahun lalu, kata pemerintah setempat pada Desember lalu. “Lebih dari 310 petugas medis lainnya ditangkap, disiksa, dan dieksekusi di penjara,” kata kantor media pemerintah Gaza dalam sebuah pernyataan.
“Tentara Israel juga mencegah masuknya pasokan medis, delegasi kesehatan, dan ratusan ahli bedah ke Gaza,” tambahnya. Kantor media tersebut menuduh tentara Israel secara sistematis menargetkan rumah sakit sebagai bagian dari rencana untuk melemahkan sistem layanan kesehatan di Gaza.
“Rumah sakit telah dinyatakan sebagai target tentara Israel, yang membom, mengepung, dan menyerbu mereka, membunuh dokter dan perawat, serta melukai orang lain setelah secara langsung menargetkan mereka,” kata pernyataan itu.
Dampak boikot intelektual
Belakangan, sejumlah pihak di Israel mulai mengkhawatirkan dampak boikot intelektual sejak agresi ke Gaza. Pada Agustus lalu, ilmuwan peraih Nobel Prof Aaron Ciechanover menuturkan bahwa Israel berada dalam bahaya besar karena kepergian orang-orang terbaik dan terpandai yang ingin hidup dalam “demokrasi liberal bebas,” bukan demokrasi di mana “pemerintah secara paksa mengambil alih kekuasaan”.
Ciechanover, 76, seorang ahli biologi yang terkait dengan Institut Teknologi Technion-Israel, adalah salah satu ilmuwan terkemuka Israel. Ia memenangkan Hadiah Nobel Biologi pada tahun 2004 dan Hadiah Israel pada tahun 2003.
“Ada gelombang besar orang yang meninggalkan negara ini,” kata Ciechanover dalam pidatonya yang disampaikan di “Konferensi Darurat Nasional” di Kibbutz Nir Oz dilansir the Times of Israel.
“Sebagian besar dokter senior meninggalkan rumah sakit; universitas-universitas mengalami kesulitan dalam merekrut anggota fakultas di bidang-bidang penting. Komunitas ini “sangat sempit,” tambahnya. Mengutip laporan ekonomi, Ciechanover mengatakan bahwa “segera setelah 30.000 orang meninggalkan negaranya, kita tidak akan punya negara lagi di sini.”
Prof Ido Wolf, kepala Departemen Onkologi di Sourasky Medical Center, menyatakan ketakutan serupa. Ia adalah seorang spesialis kanker terkemuka di Israel dan dekan Fakultas Kedokteran di Universitas Tel Aviv. Wolf menyatakan kekhawatiran mendalam mengenai boikot bertahap yang menargetkan Israel.
Sejumlah massa mengikuti aksi solidaritas Palestina di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Rabu (1/1/2025). Aksi tersebut menuntut genosida di Gaza dihentikan dan mendesak dibebaskannya Direktur RS Kamal Adwan Dr Hussam Abu Safiya. – (Edi Yusuf)
“Dalam enam bulan terakhir, dampak buruknya menjadi sangat nyata. Jika dulu perusahaan farmasi mencari kita, sekarang kita harus melawan mereka hanya untuk diikutsertakan dalam uji coba,” ujarnya dikutip laman Israel Ynet. “Bahkan jurnal ilmiah yang dulunya mendukung dan menerbitkan artikel kita sekarang pun ikut tersingkir. menolak kami dengan berbagai alasan. Saya berbicara tentang kenyataan baru dan mengancam, sesuatu yang tidak kita ketahui di masa lalu dan tentu saja tidak sampai sejauh ini,” ujarnya.
Wolf menyampaikan kekhawatirannya mengenai perkembangan penelitian Israel, yang sebelumnya merupakan pemimpin di kancah global, dan reputasi Israel sebagai pusat keunggulan medis. Ia mengatakan, gelombang boikot di bidang akademik benar-benar terasa.
Jika berlanjut, hal itu akan mengancam Israel. “Landasan yang mendukung ilmu pengetahuan dalam segala bentuknyatermasuk kedokteran, pertanian, militer, dan berbagai kemajuan teknologiruntuh.
Tanpa unsur-unsur mendasar ini, Israel, sebagai negara maju dan terkemuka, tidak hanya menghadapi risiko namun juga benar-benar terancam kehilangan status globalnya sebagai pemimpin dalam bidang pengobatan berteknologi tinggi dan maju.” (HMP)
Discussion about this post