Daily News | Jakarta – Berkat buku ini, perang gerilya di Indonesia berhasil dan menjadi rujukan penting. Bahkan, buku ini dijadikan buku pelajaran di sekolah-sekolah militer di seluruh dunia.
Anies Baswedan, dalam video YouTube baru-baru ini, membahas buku Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia karya Jenderal Abdul Haris Nasution, tokoh kunci dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya, Anies juga membahas karya penting lainnya, Revolusi: Indonesia dan Kelahiran Dunia Modern.
Anies menjelaskan bahwa buku yang sangat terkait dengan sejarah Indonesia ini ditulis oleh Jenderal Nasution, tokoh sentral dalam revolusi kemerdekaan negara ini. Menariknya, nama Nasution dalam buku tersebut ditulis tanpa gelar militernya, sebagai “Doktor Abdul Haris Nasution,” yang mencerminkan pendekatan akademisnya terhadap konten buku tersebut.
“Tokoh utama dalam buku ini, Abdul Haris Nasution atau yang biasa disapa Pak Nas, merupakan tokoh sentral dalam revolusi fisik untuk kemerdekaan Indonesia,” kata Anies, seperti dikutip KBA News, Jumat, 10 Januari 2025.
Pak Nas merupakan Panglima Divisi Siliwangi yang membawahi wilayah Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah. Bersama Jenderal Sudirman, beliau merupakan otak di balik strategi perang gerilya, dan dikenal sebagai pemimpin militer sekaligus tokoh politik.
Pengalaman dan wawasan beliau tertuang dalam bukunya Pokok-Pokok Gerilya yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan dianggap sebagai rujukan utama mengenai strategi perang gerilya yang digunakan selama perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Berkat buku ini, perang gerilya di Indonesia berhasil dan menjadi rujukan penting. Buku ini bahkan dijadikan buku pelajaran di sekolah-sekolah militer di seluruh dunia,” kata Anies.
Rekam jejak Pak Nas berperan penting dalam menyusun strategi perang gerilya, dan kemampuannya menerjemahkan pengalaman ini ke dalam bahasa akademis telah membuat karyanya diakui secara internasional. Buku ini terdiri dari sembilan jilid (awalnya sebelas) yang merinci peristiwa-peristiwa seputar perang kemerdekaan Indonesia. Setiap jilid menyajikan peristiwa-peristiwa tersebut dalam urutan kronologis, memberikan catatan terstruktur tentang perjuangan, dari proklamasi kemerdekaan hingga agresi militer Belanda dan negosiasi-negosiasi yang menghasilkan kedaulatan Indonesia. Salah satu pembahasan penting adalah tentang dilema antara peperangan dan diplomasi, terutama dalam jilid kedua, Diplomasi atau Bertempur. Dalam pernyataan pemerintah pada tanggal 1 November 1945, Bung Hatta menghimbau rakyat untuk tidak menggunakan kekerasan, tetapi Belanda terus menyerang rakyat. Hal ini menyebabkan banyak pertempuran di kota-kota seperti Surabaya, Semarang, Ambarawa, Magelang, Bandung, dan Yogyakarta. Selama masa penuh gejolak ini, sebagian orang memilih diplomasi untuk mencapai kemerdekaan penuh, sementara yang lain memilih perlawanan bersenjata untuk melindungi kedaulatan bangsa. Selain itu, konflik internal, seperti upaya kudeta Tan Malaka pada Juli 1946, juga dibahas dalam buku Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia.
Pak Nas juga mengkritik kurangnya koordinasi antara pemimpin sipil dan militer, serta strategi yang digunakan yang berbeda-beda. Kritiknya tetap menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang.
Anies menyatakan bahwa Pak Nas menulis tentang peristiwa sejarah ini secara objektif, termasuk Perjanjian Linggarjati, Agresi Militer Pertama dan Kedua, dan momen penting lainnya dalam perang tersebut.
“Ketika generasi mendatang mencoba memahami krisis ini, tidak banyak yang dapat menceritakan kisahnya sebaik yang dilakukan Pak Nas, terutama dari sudut pandang seseorang yang terlibat langsung dalam peristiwa tersebut,” kata Anies.
Bagi Anies, Pak Nas bukan hanya seorang tokoh militer tetapi seorang pemimpin dengan kapasitas, visi, dan ide yang hebat. Buku-bukunya mencerminkan kualitas-kualitas ini.
“Bayangkan seorang jenderal dengan pengalaman militer yang luas yang mampu menjelaskan secara rinci teori dan praktik perang gerilya yang telah menjadi referensi internasional,” kata Anies.
Awalnya, buku tersebut berjumlah sebelas jilid, namun saat ini baru ditemukan sembilan jilid. Jilid-jilid tersebut ditemukan di sebuah toko buku bekas di Blok M, setelah dikumpulkan dari berbagai pemilik. “Kalau ada yang punya jilid 10 dan 11, tolong kasih tahu saya, karena saya ingin sekali memilikinya,” imbuh Anies.
Bagi penggemar sejarah, Anies sangat merekomendasikan buku-buku tersebut. Ia menggambarkannya sebagai bacaan yang sangat bagus untuk memahami kompleksitas era pascakemerdekaan Indonesia sebelum mendapat pengakuan internasional. “Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca semua orang,” pungkas Anies. (EJP)
Discussion about this post