Daily News | Jakarta – Mungkin ada cara berpikir yang kurang tepat ketika kita membangun sesuatu. Kita berpikir jadi dulu, lengkap dulu, semuanya selesai, kita baru pindah. Enggak begitu membangun satu kota.
Maka, Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali mengatakan, Ibu Kota Nusantara (IKN) bisa mangkrak.
Hal tersebut disampaikan saat bincang-bincang di YouTube Keep Talking, bersama ahli ilmu politik, Eep Saefulloh Fatah.
“Jadi menurut Prof (Rhenald Kasali) ada kemungkinan IKN mangkrak?,” tanya Eep, dikutip KBA News, Minggu, 16 Februari 2025.
“Bisa,” jawabnya.
“Menurut Prof ada kemungkinan IKN ditinggalkan dengan berbagai kesalahan?,” tanya lagi.
“Oh sangat mungkin,” jawab dia lagi.
Rhenald Kasali pun menjelaskan kemungkinan tersebut. Pertama, kata dia, warisan Jokowi ini akan mengkrak jika pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tetap buruk.
“Kalau pemerintah pusat tidak dapat mengumpulkan anggaran yang baik. Masalahnya kan ekonomi. Kalau ekonomi kita bagus, pertumbuhan kita 8 persen,” jelasnya.
Kedua, IKN akan mangkrak jika cara berpikir lama tetap dipertahankan. Pasalnya, dalam membangun satu kota tidak bisa asal melakukan pembangunan.
“Mungkin ada cara berpikir yang kurang tepat ketika kita membangun sesuatu. Kita berpikir jadi dulu, lengkap dulu, semuanya selesai, kita baru pindah. Enggak begitu membangun satu kota,” katanya.
Menurutnya, ke depan dalam pembangunan IKN tersebut, pemerintah tidak perlu membangun infrastruktur secara serampangan hingga menunggu lengkap.
“Menurut saya tidak perlu menunggu (pembangunan) lengkap. Sedikit-sedikit sudah ada diperbaiki, yang penting fasilitas dasarnya sudah ada. Air minum sudah ada, telekomunikasi sudah ada, sudah jalankan,” katanya.
“Pemerintahan tidak harus semuanya menteri punya kantor dulu di sana. Kalau perlu satu gedung kementerian yang dulu dipikirkan digabung, Kementerian PU dan Kementerian Perumahan Rakyat di satu gedung. Disatukan saja dari pada kita membangun gedung lagi,” ujarnya. (EJP)
Warganet dukung Tom Lembong: kebenaran akan mencari jalannya sendiri
Daily News | Jakarta – Video mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong yang dihalangi oleh pihak kejaksaan saat hendak menyampaikan pernyataan kepada awak media di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, beredar luas di media sosial.
Warganet bersimpati atas perlakuan buruk yang didapatkan oleh Tom Lembong tersebut. “Saya punya hak untuk bicara,” kata Tom melawan atas ketidakadilan tersebut.
Warganet geram sembari memberikan dukungan dan optimisme kepada Tom Lembong. “Gitu banget yaa kejaksaan kok keliatan banget kaya ketakutan kl pak Tom mau bicara apa,” tulis akun bernama @@deviasherly.
Akun bernama @sefti_dewi menulis, bahwa suatu saat kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. “Kebenaran akan mencari jalannya sendiri, sehat selalu pak Tom, tetaplah menjadi orang jujur,” jelasnya.
Sementara warganet yang lain juga banyak menyebut bahwa suatu saat nanti kebenaran yang diperjuangkan oleh Tom Lembong akan terungkap. “Kebenaran akan segera terungkap, kasian pak Tom,” tulis akun @emmaokk22
Selain warganet, pakar hukum pidana dari Universitas Bhayangkara Surabaya (Ubhara), Prof. Solahudin juga mengomentari hal itu. Menurut dia, apa yang terjadi pada Tom Lembong tersebut adalah sebuah ketidakadilan yang nyata.
“Kasus Tom Lembong itu menggunakan hukum tapi tanpa berniat sungguh-sungguh menegakkan hukum, sehingga menimbulkan ketidakadilan,” katanya saat dihubungi KBA News.
Saat ditanya, apa kasus Tom Lembong ini serat akan nuansa politis?
“Tentu. Seolah-olah menegakkan hukum, tapi tanpa menggunakan hukum yang benar. Pasti akan menimbulkan kesewenang-wenangan,” ujarnya.
Diketahui, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka di kasus korupsi impor gula pada tahun 2015-2016.
Menurut penyelidikan, Tom Lembong diduga telah memberikan izin impor gula 105.000 ton kepada PT AP, meskipun Indonesia telah memiliki surplus gula pada saat itu.
Pada tanggal 29 Oktober 2024, Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula tersebut.
Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 dan Pasal 3, serta Pasal 18 Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Namun, hingga kini kasus tersebut belum selesai. Pihak kejaksaan pun enggan membeberkan bukti konkret kepada publik terkait kasus Tom Lembong tersebut. (AM)