Daily News | Jakarta – Menjelang peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei, tensi hubungan industrial kerap memanas. Unjuk rasa massal yang digelar serikat pekerja bukan hal baru. Namun, Pengamat Politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Nurmadi Harsa Sumarta, mengingatkan pentingnya sikap bijak dari para buruh dalam menyikapi momentum ini.
“Demo yang berujung pada penutupan pabrik bukan hanya merugikan pemilik perusahaan, tapi justru berdampak besar pada para pekerja itu sendiri,” kata Dr. Nurmadi kepada KBA News, Jumat, 25 April 2025.
Ia menilai, aksi demonstrasi yang tidak dikelola secara bijak bisa menimbulkan efek domino. Tak hanya kerugian ekonomi, reputasi industri pun bisa hancur. Bahkan, tak sedikit investor yang memilih hengkang dan memindahkan usahanya ke daerah atau negara yang lebih kondusif.
Perlu realistis
Dr. Nurmadi menjelaskan, buruh memang memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi, termasuk tuntutan perbaikan upah dan kondisi kerja. Namun, dalam situasi perekonomian yang tengah sulit, semua pihak perlu menahan diri dan lebih mengedepankan dialog.
“Jangan sampai tuntutan berlebihan tanpa memahami kondisi finansial pabrik justru mempercepat penutupan usaha. Industri kita masih belum kompetitif di pasar global, baik dari sisi teknologi maupun kualitas SDM,” jelasnya.
Menurut data hingga akhir 2024, telah terjadi lebih dari 76 ribu pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Sementara, hanya dalam tiga bulan pertama tahun 2025, jumlah PHK sudah bertambah lebih dari 25 ribu orang. Dr. Nurmadi menekankan bahwa kondisi ini harus menjadi perhatian serius semua pihak.
Solusi: dialog, perbaikan, dan kolaborasi
Sebagai solusi, ia menyarankan pendekatan yang lebih konstruktif antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Dialog dan negosiasi dinilai menjadi kunci untuk menghindari gejolak yang merugikan.
“Perlu ada kerja sama tiga pihak: buruh, pemilik usaha, dan pemerintah. Masing-masing harus menyadari tanggung jawab sosialnya. Perusahaan juga jangan lepas tangan. Perbaikan kondisi kerja dan jaminan kesejahteraan penting untuk meredam gejolak di akar rumput,” ujarnya.
Selain itu, Dr. Nurmadi juga mendorong organisasi buruh dan asosiasi industri agar ikut menjaga stabilitas sosial demi keberlanjutan dunia usaha.
“May Day bukan sekadar hari turun ke jalan, tapi seharusnya menjadi refleksi bersama untuk memperkuat ketahanan industri dan meningkatkan kesejahteraan pekerja secara berkelanjutan,” pungkasnya. (DJP)