Daily News | Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menghapus ketentuan presidential threshold 20 persen seperti yang tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Putusan tersebut membuka peluang bagi semua partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa persyaratan ambang batas tertentu.
Pengamat politik, Assoc. Prof. Dr. Khamim Zarkasih Putro, M.Si., merespons positif putusan itu. “Ini adalah kado politik tahun baru 2025 untuk perjalanan demokrasi di Indonesia,” katanya saat dihubungi KBA News, Kamis, 2 Januari 2025.
Dia mengatakan, berkaitan dengan pertimbangan yang disampaikan oleh MK, sebenarnya itu sudah menjadi rahasia umum di masyarakat bahwa dengan ambang batas 20 persen, partai-partai tertentu mendominasi dalam pencapresan, sementara komponen masyarakat lain tidak berkesempatan mengajukan calonnya.
Selain itu, kata dia, ambang batas 20 persen memberikan ruang yang sangat terbatas untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Dampaknya, berdasarkan pengalaman, terjadi polarisasi dalam masyarakat. “Masyarakat terbelah menjadi dua kubu, dulu ada istilah ‘cebong’ dan ‘kampret’. Keterbelahan ini relatif permanen dan terbawa sepanjang pemerintahan, sehingga menjadikan pemerintahan tidak efektif,” jelasnya.
Apalagi, pengalaman di pilkada juga memberikan contoh banyak daerah dengan calon tunggal. “Ini merupakan cara-cara yang tidak demokratis. Lebih baik jika banyak alternatif calon, karena itu membuka peluang untuk memilih yang terbaik,” ujarnya.
Sebelumnya, ambang batas menjadi masalah ketika hanya digunakan untuk menjegal calon potensial yang memiliki peluang menang tetapi tidak memiliki kendaraan politik untuk maju.
Dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini mengungkapkan, tidak kalah pentingnya adalah apresiasi terhadap masyarakat yang ingin mendirikan partai politik. Ambang batas yang selama ini menjadi hambatan perlu dievaluasi, termasuk ketentuan partai politik yang masuk parlemen. “Menurut saya, demokratisasi perlu diubah,” ungkapnya.
Dia mengatakan, ada yang bilang muncul masalah baru, misalnya setiap partai mengajukan calon presiden dan wakil presiden sendiri. “Namun bagi saya, itu tidak akan menjadi persoalan besar. Bagaimanapun, partai politik tetap akan memperhitungkan peluang menang dan kalah,” katanya.
Nantinya, ketika aturan ini dibuka, saya kira masyarakat dan bangsa akan berpikir ulang. Tetap saja akan ada kristalisasi yang membuat jumlah partai tidak terlalu banyak. “Harapannya, fusi partai yang terjadi didasarkan pada kesamaan visi, bukan paksaan seperti pada masa Orde Baru,” tegasnya.
Mahfud: Sesuai dengan Aspirasi Rakyat
Menurutnya, ini bagus karena MK telah melakukan judicial activism untuk membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan Indonesia. #kbanews
Penghapusan presidential threshold 20 persen itu ydiapresiasi berbagai tokoh dan ahli hukum seperti Mahfud MD.
Menurut mantan Menkopolhukam itu, sejak dulu dirinya bersikap bahwa urusan threshold itu adalah ruang open legal policy (OPL) yang menjadi wewenang Lembaga Legislatif dan tak boleh dibatalkan atau ditentukan oleh MK.
“Tetapi putusan MK terbaru bernomor 62/PUU-XXII/2024 yang mengubah pandangan lamanya dan menghapus ketentuan threshold ini harus diterima dan ditaati karena dua alasan,” katanya dalam keterangan resminya diterima KBA News, Kamis, 2 Januari 2025.
Pertama, karena adanya dalil bahwa putusan hakim yang sudah inkracht itu mengakiri konflik dan harus dilaksanakan.
Kedua, karena adanya threshold selama ini sering digunakan untuk merampas hak rakyat maupun parpol untuk dipilih maupun memilih.
Oleh sebab itu, kata dia, vonis MK ini merupakan vonis yang bisa menjadi landmark decision baru. Menurutnya, ini bagus karena MK telah melakukan judicial activism untuk membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan Indonesia.
Ia mengatakan, dulu permohonan penghapusan threshold ini telah banyak dilakukan oleh masyarakat, antara lain, oleh Effendi Gazali, Rizal Ramli, Denny Indrayana. Tetapi sampai belasan kali permohonan tentang threshold ini, selalu ditolak oleh MK dengan alasan OPL.
“Sekarang setelah banyak hak konstitusional yang terampas oleh threshold, maka MK baru membuat pandangan baru yang mengikat dan harus dilaksanakan. Saya salut kepada MK yang berani melakukan judicial activism yang sesuai dengan aspirasi rakyat,” ujarnya.
Perbesar Kans Anies di Pilpres 2029
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen menjadi sorotan publik. Putusan ini memberi peluang bagi tokoh potensial diusung menjadi calon presiden, termasuk Anies Baswedan.
Rektor Universitas Madani Yogyakarta, Prof. Dr. M. Wil Jandra, M.Ag., menilai keputusan ini sangat berpengaruh besar bagi tokoh seperti Anies Baswedan.
Menurut Prof. Jandra, keputusan ini membuka peluang luas bagi Anies untuk maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2029. Dengan tidak adanya batasan perolehan suara 20 persen di parlemen, setiap partai, tanpa memandang besar kecilnya suara yang diperoleh, memiliki hak yang sama untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. “Anies dapat dicalonkan bahkan oleh satu partai saja,” ujarnya saat dihubungi KBA News, Kamis, 2 Januari 2025.
Pertanyaannya sekarang, apakah Anies akan memilih mendirikan partai sendiri atau bergabung dengan salah satu partai yang ada. “Namun, yang pasti, putusan MK ini telah melapangkan jalan bagi Anies untuk maju dalam Pilpres mendatang,” ujar Prof. Jandra.
Meski demikian, Prof. Jandra mengingatkan adanya potensi tantangan. “Ada risiko upaya memecah belah dan munculnya isu-isu negatif terhadap Anies. Karena memamg ada pihak-pihak, termasuk pihak yang semula merasa diri jumlahnya besar itu, kini punya kesempatan yang sama dengan partai-partai lain,” jelasnya.
Yang jelas, kata dia, keputusan MK ini dinilai sebagai tonggak baru dalam demokrasi Indonesia. Dengan kesempatan yang lebih merata bagi semua partai politik, Prof. Jandra menyebut keputusan ini sebagai bentuk demokrasi yang lebih adil. “Kita perlu mengapresiasi langkah ini. Ini adalah demokrasi yang patut kita acungi jempol,” tuturnya.
Seperti diketahui, MK secara resmi menghapus ketentuan presidential threshold yang tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Putusan tersebut membuka peluang bagi semua partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa persyaratan ambang batas tertentu.
Ketua MK Suhartoyo menyampaikan keputusan ini dalam sidang yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa presidential threshold terbukti tidak efektif menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Bahkan, aturan tersebut dianggap menguntungkan partai politik besar yang memiliki kursi dominan di DPR. (HMP)
Discussion about this post