Daily News | Jakarta – Di awal tahun 2025 publik merasa terhibur mendapat kabar baik tentang keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus Ambang Batas Pencalonan dalam Pilpres (Presidential Treshold = PT) dari 20 persen menjadi nol persen. Artinya akan banyak pilihan pada pilpres 2029 yang tidak melulu menyuguhkan dua pasangan calon.
Pengamat Kebijakan Publik alumni FISIP UI Sudrajat Maslahat menyatakan hal itu kepada KBA News, Sabtu, 4 Januari 2025 menyikapi Putusan MK itu. “Masyarakat antusias sebab Hak konstitusional dalam memilih Capres tidak lagi terbelenggu karena akan banyak alternatif calon. Demokrasi akan semakin hidup dan menggairahkan, selanjutnya setiap partai politik dapat memajukan kader terbaiknya untuk menjadi calon presiden,” kata aktivis di Voice of Banten dan Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (AKSI) itu.
Sebenarnya sejak dari diperkenalkannya PT pada Pilpres tahun 2004 di mana calon dikenakan disyaratkan mendapat dukungan 4 persen dari partai atau gabungan partai di DPR, masyarakat sudah bereaksi keras. Para aktivis menganggap bahwa itu mengekang hak orang untuk menjadi pemimpin tertinggi di negara ini. Yang terjadi malah sebaliknya, PT dinaikkan menjadi 20 persen pada Pilpres 2014 hingga Pilpres 2024.
Aktivis masyarakat sipil sudah berkali-kali mengajukan uji materiil (Judicial Review) ke MK atas letentuan itu tetapi, MK berkali-kali menolak dengan menyatakan posisi pengaju (Legal standing) tidak jelas terhadap uji materi itu. Sudah belasan upaya itu ditolak MK. Karena itu, pengamat dan aktivis politik Rocky Gerung membuat gerakan “PT 0 Persen” yang selalu dikampanyenya dalam podcast yang dibuatnya bersama wartawan Hersubeno Arif.
Setelah beberapa mahasiswa UIN Jakarta mengajukan hak serupa, MK kemudian memberikan amar persetujuannya dengan menyatakan, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang PT itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945. Putusan MK nomor 62/PUU-XXII/2024 ini menjadi pertanda norma pasal yang membatasi pencalonan presiden ini dihapus sejak putusan dibacakan di ruang sidang MK, Kamis (2/1/25).
MK memang aneh
“Memang aneh sebenarnya MK itu. Berkali-kali menyatakan UU itu tidak bertentangan dengan Konstitusi karena itu tetap bisa dipakai, eh, tiba-tiba pada putusan hari Kamis, awal tahun, MK menyatakan bertentangan. Ya sudahlah, kita terima saja dengan hati senang dan gembira. Anggap saja sebagai kado tahun baru dari MK untuk para penggiat demokrasi di negara ini,” katanya sambil ketawa dan geleng-geleng kepala.
Dikatakannya, kita telah mengalami pengalaman buruk dalam dua Pilpres terakhir akibat terbatas pada dua pasangan calon yaitu pilpres 2014, 2019 dan pilpres 2024. Kita juga merasakan betapa carut marutnya demokrasi kita yang di intervensi oleh kekuasaan akibat menumpuknya partai politik pada satu kubu yang biasanya adalah kubu petahana.
Ditambahnya, dengan mudahnya kekuasaan memanipulasi informasi dan mengkooptasi lembaga-lembaga pemilu. Hasil akhirnya adalah pemilu yang brutal penuh manipulasi dan kelicikan yang menghasilkan presiden tanpa memiliki basis moral yang kuat. Dihadapkan pada problema ini rakyat dipaksa tunduk untuk menerima pemilu curang.
“Harapan saya dengan PT yang nol persen ini akan menumbuhkan kontrol yang semakin kuat dari partai politik dan masyarakat sipil (Civil society) karena tidak ada lagi kekuatan yang terlalu dominan di salah satu kubu calon. Rasa optimis kita temukan dalam menyongsong Pilpres 2029,” demikian Sudrajat Maslahat. (AM)
Discussion about this post