Daily News | Jakarta – DPR dan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sepakat untuk mendorong revisi Undang-Undang (UU) TNI. Salah satu tujuannya agar tentara bisa mendapat jabatan publik. Persoalan ini dianggap sebagai kemunduran dan menerapkan kembali sistem Orde Baru (Orba).
Tindakan itu tentu menuai kecaman dari berbagai publik, terutama para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).
Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan hal itu merusak sistem kenegaraan yang sudah dibangun pasca reformasi.
“Masuknya TNI dan rebut jabatan sipil bukan hanya balik ke tatanan orde baru, tetapi merusak sistem kenegaraan. Orang-orang bersenjata tidak perlu masuk ke politik sipil, tidak perlu mencampuri urusan sipil,” kata Uchok saat dihubungi KBA News, Jumat, 14 Maret 2025.
Uchok mengatakan, masuknya TNI dalam politik bisa diartikan terjadinya konflik perang. Namun saat ini, tidak ada urgensi apapun dengan masuknya TNI di sektor politik.
Uchok menilai revisi UU TNI dilatarbelakangi kecemburuan sosial terhadap institusi Polri. Sejak era kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo, banyak anggota Polri yang menduduki jabatan penting di pemerintahan.
Kondisi tersebut membuat sebagian perwira tinggi TNI cemburu, sehingga muncul wacana revisi UU TNI agar bisa menempati jabatan publik.
“Lantaran polri masuk dalam politik sedang TNI hanya ikut mendukung Polri saja, sehingga polri menjadi orang-orang kaya. Seorang Bripda atau Serda di polri banyak yang punya mobil. Sedang selevel letnan TNI, banyak yang tidak punya mobil,” terang Uchok.
Terlebih, Uchok melihat gagasan revisi UU TNI dibuat oleh kelompok yang kalah saat reformasi 1998. Sehingga sangat wajar Prabowo dan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin bersikeras mewujudkan revisi tersebut.
Sebelumnya, Menhan Sjafrie menyampaikan bahwa Presiden Prabowo mengajukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Usulan revisi ini mencakup dua poin utama dan telah disepakati DPR.
Adapun poin pertama yakni mewajibkan prajurit TNI yang ditempatkan di Kementerian atau Lembaga lain untuk pensiun dini.
Kemudian yang kedua, prajurit TNI aktif diusulkan dapat menempati posisi di 15 kementerian dan lembaga negara. Dalam UU yang masih berlaku saat ini, hanya 10 posisi yang bisa ditempati oleh prajurit aktif.
Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang TNI yang berlaku saat ini hanya ada 10 Kementerian/Lembaga yang bisa dijabat oleh TNI aktif. Di antaranya, koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Sedangkan tambahan 5 kementerian dan lembaga negara sesuai Revisi UU TNI di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung. (AM)
Discussion about this post