Daily News | Jakarta – Beberapa hari terakhir ini masyarakat dihebohkan oleh publikasi dari Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang menempatkan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masuk menjadi salah satu nominasi tokoh terkorup dunia.
Label Jokowi sebagai tokoh terkorup sejagat itu tentu saja hadiah getir penutup akhir tahun 2024 bagi masyarakat Indonesia. Memang bagi sebagian masyarakat Indonesia, hasil OCCRP itu tidak mengagetkan. Bagaimana tidak, faktanya korupsi di Indonesia memang sangat subur di era Presiden Jokowi.
Suburnya praktik korup di Indonesia terkonfirmasi oleh hasil penelitian lembaga antikorupsi dunia atau Transparency International (TI) yang menempatkan Indek Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 berada di skor 34 dari skala 0 Ā 100. Artinya, praktik korupsi di Indonesia masih tinggi. Skor ini tidak mengalami perubahan sejak tahun 2022 yang artinya tiga tahun berturut-turut IPK Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi jeblok.
Di sisi lain, terutama para pendukung Jokowi dan mereka yang selama Jokowi memimpin menikmati kue kekuasaan, ramai-ramai melontarkan kecaman kepada OCCRP. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menuduh OCCRP adalah lembaga yang dikendalikan oleh intelijen asing yang mau merusak Indonesia dan mengadu domba rakyatnya.
Tuduhan tersebut tentu saja di tepis oleh OCCRP. Melalui pernyataan resminya yang dipublikasikan pada Kamis, 2 Januari 2024, lembaga yang bermarkas di Amsterdam, Belanda ini menegaskan bahwa masuknya Jokowi ke dalam nominasi tokoh terkorup di dunia berdasarkan masukan dan saran dari orang-orang di seluruh dunia.
Menurut OCCRP, seseorang tidak harus menjadi pelaku korupsi secara langsung, tetapi melemahkan lembaga antikorupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan merusak demokrasi juga merupakan indikator penilaian.
“Kelompok masyarakat sipil dan para ahli mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan komisi antikorupsi Indonesia. Jokowi juga dikritik secara luas karena merusak lembaga pemilihan umum dan peradilan Indonesia untuk menguntungkan ambisi politik putranya, yang sekarang menjadi wakil presiden di bawah presiden baru Prabowo Subianto,” tulis OCCRP yang dikutip KBA News, Jumat, 3 Januari 2024.
Pendiri OCCRP, seorang veteran jurnalis investigasi, Drew Sullivan, mengakui bahwa lembaganya tidak memiliki cukup bukti langsung bahwa Jokowi melakukan korupsi untuk memperkaya diri sendiri selama masa jabatannya.
“Namun, jelas ada persepsi yang kuat di antara warga negara tentang korupsi dan ini seharusnya menjadi peringatan bagi mereka yang dinominasikan, bahwa masyarakat sedang mengawasi, dan mereka peduli. Kami juga akan terus mengawasi,” tegas Drew Sullivan.
Selain itu, OCCRP juga menegaskan bahwa lembaganya telah 13 tahun melakukan seleksi dan memberikan predikat terhadap tokoh yang melakukan, bahkan mendorong kejahatan dan korupsi secara global sehingga merusak demokrasi dan hak asasi manusia. Selama 13 tahun kiprahnya tersebut, hasil keputusan OCCRP selalu melibatkan panel juri ahli dari masyarakat sipil, akademisi, dan jurnalis.
“Semuanya memiliki pengalaman luas dalam menyelidiki korupsi dan kejahatan,” tegas OCCRP.
Proses seleksi akhir OCCRP juga didasarkan pada penelitian investigasi dan keahlian kolektif jaringannya. Pemberian predikat tersebut menyoroti sistem dan aktor yang memungkinkan terjadinya korupsi dan kejahatan terorganisasi. Juga berfungsi sebagai pengingat untuk mengungkap ketidakadilan.
“Penting untuk dicatat bahwa penghargaan ini terkadang disalahgunakan oleh individu yang ingin memajukan agenda atau ide politik mereka. Namun, tujuan dari penghargaan ini tunggal: untuk memberikan pengakuan terhadap kejahatan dan korupsiĀtitik. (HMP)
Discussion about this post